16713303 | GUNG_NUGRA_KINAPTYAN | FTI_ITB
23 Agustus - Sekilas Dalam Sejarah
- 79: Gunung Vesuvius memulai aktivitas vulkaniknya
- 1514: Pertempuran Chaldiran antara Utsmaniyah dan Safavid
- 1799: Napoleon berangkat dari Mesir ke Perancis untuk menguasai pemerintahan
- 1939: Penandatangan Pakta Non-Agresi antara Nazi Jerman dan Uni Soviet
- 1989: Revolusi Menyanyi di Estonia, Latvia, dan Lithuania yang dihadiri dua juta orang
- 2011: Presiden Libya, Muammar Gaddafi, digulingkan oleh pemberontak.
- 2013: Defile OHU dan Seminar OSKM ITB 2013 di Sasana Budaya Ganesha, Bandung
Seminar? Ya, seminar. Tapi, bukan seminar sembarang seminar, loh. Seminar yang satu ini menghadirkan berbagai narasumber yang tidak bisa dikatakan orang-orang biasa. Narasumber-narasumber yang dimaksud itu ialah:
- Bapak Gita Wirjawan, Menteri Peradagangan Republik Indonesia
- Ihsan Hidayat, ketua Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri
- Ibu Tri Mumpuni
- "Bro" Saska, pendiri dan CEO Riset Indie
Dan yang tidak kalah menarik adalah moderator seminar tersebut, yang tidak lain tidak bukan adalah Maria Selena, Putri Indonesia 2011, yang adalah alumnus SBM ITB.
Apa, sih, isi dari seminar tersebut?
~~~ ooo ~~~
sabda satu
Bapak Gita Wirjawan, Menteri Perdagangan Republik Indonesia, membawakan sebuah pidato yang, yah, intinya membahas tentang pentingnya sosok pemimpin bangsa yang dapat membawa kemajuan pada Indonesia, khususnya pada sektor perekonomian dan kebudayaan.
Dilihat dari segi perekonomian, Indonesia adalah yang nomor kelimabelas di dunia. Dengan pertumbuhan perekonomian per tahunnya mencapai angka rata-rata 6%, seharusnya Indonesia, yang kini memiliki pangsa pasar sebesar US$ 1 miliar, akan memiliki pangsa pasar sebesar US$ 60 miliar dalam kurun waktu 20 tahun ke depan. Mengingat bahwa negara kita adalah negara yang tidak hanya kaya akan sumber daya alam tapi juga budaya, tidak aneh apabila kita sepatutnya berbangga menjadi bagian daripada masyarakat Indonesia.
Sayangnya, tidak demikianlah kenyataannya. Masyarakat Indonesia masih sangat dikuasai oleh konsumerisme merek-merek asing. Kita lebih tertarik untuk menonton serial drama Korea. Kita lebih tertarik menggunakan produk-produk elektronik luar negeri. Padahal, untuk membentuk sebuah masyarakat yang madani, kita perlu untuk menumbuhkan sebuah rasa cinta tanah air dan cinta produk sendiri yang tinggi. Dengan demikian, kita dapat mengubah fokus perekonomian kita, dari yang mengutamakan industri ekstratif, agraris, dan konsumsi, menuju ke arah industri manufaktur.
Untuk mencapai tujuan tersebut, kita perlu membina masyarakat yang demokratis, berbudaya, dan berteknologi. Demokrasi dan budaya, yah, sudah ada di Indonesia. Yang belum adalah teknologi, di mana kita masih sangat mengandalkan teknologi asing. Ini adalah tugas kita, generasi muda Indonesia pada umumnya dan mahasiswa ITB pada khususnya, sebagai calon-calon pemimpin masa depan Indonesia.
Bapak Gita Wirjawan juga berpesan bahwa untuk meraih sebuah cita-cita, modal yang paling penting adalah keinginan. "If you want it, you will get it."
(P.S: Mungkin Bapak ini seorang penganut setia filsafat Platonis. Yah, sebenarnya kiblat saya adalah Nietzsche yang mengatakan bahwa niat tidak penting karena yang penting adalah tindakan. Namun, ini bukan kelas filsafat, jadi saya tidak akan membantah lebih lanjut.)
~~~ ooo ~~~
sabda dua
Bukan, fokus Pak Ihsan bukanlah promosi Wanadri. Fokus utama beliau adalah tentang kekayaan alam Indonesia. Memang, sebagai arkipelago terbesar di dunia, Indonesia sangat terkenal akan jumlah pulaunya yang tidak tanggung-tangggung: 17.000 pulau, itupun hanya taksiran kasar. Ketujuhbelasribu pulau itu, yang dibaptiskan oleh Proklamasi kemerdekaan kita sebagai wilayah Negara Republik Indonesia, pada awalnya bukanlah sebuah kesatuan. Hal ini dikarenakan, sesuai dengan undang-undang maritim internasional, wilayah Indonesia terjauh adalah 12 mil laut dari garis pantai. Hal ini berbahaya, sebab itu berarti wilayah laut di antara pulau-pulau tersebut dapat dilalui oleh kapal-kapal asing sembarangan. Selain itu, wilayah laut Indonesia yang sangat kaya akan hasil laut itu malah tidak dapat kita eksploitasi dengan bebas.
Untuk itu, kita perlu berterimakasih kepada Bapak Juanda yang, meskipun zaken kabinet-nya kurang berhasil, memberikan kita Deklarasi Juanda yang mengatakan bahwa wilayah laut NKRI dihitung dari 12 mil garis pantai terluar. Boom! Secara ajaib wilayah Indonesia bertambah tiga kali lipat! Sebuah prestasi yang luar biasa mengingat bahwa tidak ada satu peluru yang perlu ditembakkan.
(P.S: Rasakan itu, Israel dan Perang Enam Hari! <-- No SARA here, just plain history. So learn your history.)
~~~ ooo ~~~
sabda tiga
Ibu Tri Mumpuni menyuguhi kami dengan lagu-lagu dan tayangan-tayangan yang mengharubiru dan menyayat hati. Singkat cerita, beliau menyuguhi kami dengan sebuah fakta fenomenal: di negara di mana seseorang dapat menjadi orang terkaya se-ASEAN, masih ada wilayah yang jaraknya hanya 15 km dari Bandung yang tidak memiliki akses terhadap listrik.
Manusia, homo economicus, adalah juga homo socius. Kita wajib memberi kontribusi kepada masyarakat, bukan hanya meraup keuntungan sebesar-besarnya. Ini adalah sebuah bentuk kewirausahaan sosial. Kewirausahaan ini membutuhkan keselarasan antara logika dan hati nurani. Kewirausahaan ini mau ikut serta memberdayakan masyarakat sekitar dalam prosesnya, tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam lokal.
Masih ingat dengan bunyi dari pasal 33 UUD 1945?
"(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas
kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai hajat hudup orang banyak dikuasai
oleh Negara
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalammya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat."
Tindakan ekonomi yang berorientasi kepada keuntungan adalah salah! Bukan berarti tidak boleh mencari untung, tetapi sesuai dengan bunyi pasal 33, kita wajib untuk memajukan kemakmuran rakyat. Bagaimana caranya? Setiap orang punya cara masing-masing, dan semuanya baik (*syarat dan ketentuan berlaku), tetapi kesemuanya itu haruslah dikembangkan untuk memerdekakan masyarakat yang tersisihkan dari belenggu neoimperialisme.
~~~ ooo ~~~
sabda keempat
"Bro" Saska adalah pendiri dan CEO Riset Indie, yaitu sebuah komunitas yang bergerak di bidang penelitian baik sains maupun humaniora. Yang berbeda dari Riset Indie adalah visinya yang berusaha mengubah ide abstrak menjadi produk konkret. Contohnya: Project Polaroid (usaha memasarkan kembali seni potret analog menggunakan kamera polaroid), Project Alinea (animatronik yang diklaim sebagai yang pertama di Indonesia yang berkisah tentang pertempuran antara makhluk-makhluk dari "bimbel Bahasa Indonesia"), dan proyeknya yang terbaru, Angkot Day (20 September 2013; angkot Dago-Kalapa tidak ngetem, tertib, dan GRATIIIIISSSSSSSSSSS).
Yang penting dari apa yang disampaikan Kak Saska adalah cara kita menyikapi kebesaran nama ITB. Kak Saska, yang adalah alumnus ITB juga, berpesan bahwa kita baru boleh berbangga masuk ITB jika kita telah meninggalkan jejak pada ITB. Berarti, yang membuat ITB itu besar bukan mahasiswanya, tetapi alumninya. ITB terbukti telah menelurkan alumnus-alumnus yang dapat memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat Indonesia. Dan untuk menjadi alumni yang memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat Indonesia, kita perlu menjadi diri kita sendiri. Kita harus sudah mulai merangkai masa depan kita dari sekarang. Setiap manusia itu unik. Maka dari itu, setiap manusia perlu untuk menjadi dirinya sendiri.
~~~ ooo ~~~
Yah, bukan tulisan terbaik saya. Waktunya kurang, sih, jadi saya tidak dapat meng-edit bagian-bagian yang kurang tepat dan menambahkan bagian-bagian yang belum lengkap. Maaf sekali, loh...
Tapi intinya dapat dimengerti, kan? Yang dibicarakan itu-itu lagi, sih, tapi jangan pernah merasa jenuh untuk dibina. Karena, apalah tugas suci nan mulia manusia itu, jika bukan menyibak tabir alam semesta nan raya?
FIAT LUX ANIMA MEA
"IN HARMONIA PROGRESSIO"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar